بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

0

Hidupnya Hanya Untuk Belajar, Berfikir, Dan Ibadah

Cacak Rijal Minggu, 13 November 2011

Jika kita melihat jauh ke empat belas abad yang lalu, maka akan nampak oleh kita sebuah majlis ta'lim di kota Mekah yang selalu dihadiri oleh ribuan orang. Di antara mereka ada para sahabat Rasulullah SAW dan juga para tabi'in. Sang penceramah adalah seorang tua yang sederhana namun kharismatik, dialah Abdullah bin Abbas RA (Ibnu Abbas) salah seorang diantara para tokoh ulama sahabat, dan dia pula yang dido'akan oleh Rasulullah SAW dengan do'anya yang khusus : "Allahumma faqqihhu fiddin wa 'allimhu ta'wil" (Ya Allah, dalamkanlah pengetahuannya dalam agama dan ajarilah ia ta'wil Qur'an).

Ibnu Abbas RA memiliki seorang budak hitam yang kurus, saking hitamnya kulit budak ini sehingga jika ia berdiri bagaikan seekor burung gagak hitam (ghurabil aswad) yang menakutkan. Dialah 'Atha' bin Abi Rabah. Namun, hitamnya kulit tidak membuatnya merasa rendah kerena Islam telah membebaskan manusia dari perbudakan manusia atas manusia. Hanya Islam sajalah yang peradaban yang mampu menempatkan seorang budak hitam Afrika bernama Bilal al Habsyi, budak bangsa Persia Salman al Farisi, dan budak dari Romawi Shuhaib bin Sinar ar Rumi sederajat dan bahkan lebih tinggi dari para pemuka Qur'aisy seperti Abu Sufyan bin Harb. 

Selama hidupnya 'Atha' membagi waktunya untuk 2 hal : Pertama, khusus untuk Tuhannya dengan melakukan ibadah yang terbaik, terikhlas, dan semurni-murninya sehingga setiap malam ia sedikit sekali tidur karena melakukan qiyamu lail, dzikir dan do'a. Kedua, untuk menuntut ilmu kepada para ulama. Tercatat diantara nama guru-gurunya yaitu para sahabat besar seperti Ibnu Abbas RA, Ibnu Umar RA, Abu Hurairah RA, Ibnu Zubair RA, dan lainnya.

Dibandingkan dengan  manusia lainnya, 'Atha' RA termasuk manusia pilihan dan sangat jarang orang yang mampu sepertinya. Ia mendisiplinkan dirinya sehingga selama hidupnya tidak pernah melakukan hal yang tidak bermanfaat seperti yang dilakukan oleh kebanyakan pemuda. Waktunya selalu dihabiskan untuk belajar, berfikir, dan beribadah. Ia hanya tinggal di dalam Masjidil Haram selama 20 tahun agar dia tidak terganggu dan dapat serius dalam belajar, berfikir, dan beribadah kepada Allah dalam menjalani seluruh sisa hidupnya.

Pernah suatu hari ia ditegur oleh orang-orang tentang keseriusannya yang dianggap berlebihan, maka ia menjawab, "Aku bersaksi bahwa aku sangat percaya pada adanya malaikat yang mulia sedang mencatat seluruh amalku, lalu tidak malukah jika nanti diumumkan di depan orang-orang di hari kiamat nanti banyak ditemukan hal-hal yang bukan ibadah kepadaNya?!"

Karena disiplin dan keseriusannya dalam belajar inilah ia mencapai derajat tinggi di kalangan para ulama, sehingga banyak orang yang mengambil manfaat dari keluasan ilmunya. Salah satu contohnya, Imam Abu Hanifah suatu kali pernah bercerita :

Aku pernah salah dalam 5 fiqih Manasik (Haji) dan aku diingatkan oleh seorang tukang cukur...! Ketika itu aku duduk di tahallul. Aku bertanya pada tukang cukur itu berapa ongkos cukurnya? Maka ia menjawab bagi orang yang haji tidak ditetapkan ongkos. Maka aku merasa sangat malu dan berfikir siapa cukur ini, lalu aku duduk begitu saja. Maka tukang cukur itu berkata, "Hendaklah anda menghadap qiblat." Maka aku menjadi semakin malu, lalu aku langsung berikan kepalaku untuk dicukur. Lalu ia berkata lagi, "Hendaknya yang kanan dahulu." lalu kuberikan yang sebelah kanan sambil terus berfikir. Lalu ia berkata lagi, "Perbanyaklah takbir!" Maka akupun bertakbir lalu ketika selesai segera kusodorkan uang dan ingin terus berlalu. Lalu ia berkata lagi, "Jangan lupa shalat 2 raka'at." Maka dengan penasaran kutanya dari mana dia tahu tentang semua hukum fiqih tersebut? Maka jawabnya, "Dulu aku pernah mencukur 'Atha' bin Abi Rabah dan kupelajari semua yang diperbuatnya ketika itu dan kuamalkan."

Dan selama hidupnya tidak ada orang yang berani berfatwa karena hormat akan kedalaman dan keluasan ilmu agama yang dimilikinya, sehingga ia dijuluki Sayyidul Fuqaha Al Hijaz (Pemimpin para ahli fiqih di Mekah dan Madinah).

Semua orang sangat hormat pada dirinya bahkan ia lebih dihormati dari Khalifah. Meskipun demikian 'Atha' adalah orang yang tawadhu' (rendah diri) da ia sangat membenci kesombongan. Selama hidupnya ia hanya memakai pakaian yang termurah (5 dirham saja). Pernah suatu hari Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik datang dan melakukan haji, dan ketika thawaf di Baitul Haram orang-orang berusaha minggir untuk menghormatinya. Maka 'Atha' berkata, "Biarkan ia disakiti dengan kondisi yang dapat membunuh kesombongkannya."

Maka setelah itu khalifah menyuruh utusan memanggil 'Atha' untuk ditanyakan tentang beberapa hukum agama. Maka ia berkata dengan utusan khalifah tersebut, "Al 'ilmu yu'ta 'alaihi walam ya'ti. (Ilmu itu didatangi dan bukan mendatangi)" Maka khalifah pun datang kepadanya dan meminta nasihat, maka 'Atha' berkata,"Takutlah pada Allah wahai amirul mu'minin. Ingatlah bahwa engkau diciptakan sendiri, dilahirkan sendiri, dilahirkan sendiri, dimatikan sendiri, dibangkitkan sendiri, dan akan dihisab sendiri pula, maka tak ada yang dapat membantumu untuk dunia dan akhiratmu, kecuali Allah SWT."

Maka khalifah menangis mendengar taushiyyah (nasihat) tersebut dan memberinya hadiah berupa emas dan perak, tapi ditolak oleh 'Atha' sambil berkata, "Katakanlah, kami tidak menginginkan balasan dari kalian dan tidak pula ucapan terimakasih. Karena sesungguhnya kami takut akan suatu hari dimana manusia saat itu gelap wajah-wajahnya."

Ketika wafatnya, ribuan orang menshalatkannya sampai-sampai di Masjidil Haram dilaksanakan shalat jenazah berkali-kali karena banyaknya yang ingin menshalatkan. Dan ketika mereka mengangkat jenazahnya, maka mereka semua terheran-heran karena jenazahnya sangat ringan seperti bulu. Mungkin karena tidak sedikitpun ia membawa keduniaan. Namun membawa berbagai bekal untuk akhirat yang begitu banyak.

Baca juga posting di bawah ini





Posting Komentar

 
Website asli buatan cacak rijal (RL's)